Mencari kebahagiaan di tengah kehidupan akademik seorang dosen

Sebagai seorang dosen yang mengajar di universitas, kebahagiaan dan ketidakbahagiaan sering kali berdampingan dalam keseharian. Bertrand Russell, dalam analisanya mengenai kebahagiaan (Russell, B. The Conquest of Happiness. 1930), menguraikan beberapa penyebab ketidakbahagiaan yang kerap kali ditemukan. Penjelasan Bertrand Russel tersebut sangat menarik dan menjadi inspirasi saya untuk menggunakannya untuk menawarkan cara memandang kebahagiaan yang bisa menjadi refleksi bagi seorang dosen.

Penyebab Ketidakbahagiaan:

Pandangan Keliru tentang Diri dan Dunia: Banyak dosen merasa tidak puas karena standar akademik yang tidak realistis atau cita-cita yang terlalu tinggi. Ketika penelitian tidak mendapat pengakuan, atau publikasi tidak mencapai jurnal bereputasi tinggi, muncul perasaan bahwa dunia tidak adil, padahal mungkin saja ada pandangan keliru terhadap proses dan tujuan akademik itu sendiri.

Kompetisi Berlebihan: Dosen sering kali terjebak dalam kompetisi yang tiada henti — baik dengan kolega untuk mendapatkan posisi atau pengakuan, maupun dengan standar akademik yang terus berkembang. Hal ini bisa menimbulkan kecemasan dan iri hati, membuat seseorang merasa tertinggal atau tidak cukup berprestasi.

Iri Hati dan Ketakutan terhadap Pendapat Orang Lain: Melihat kolega berhasil mendapatkan dana penelitian besar atau penghargaan prestisius dapat memicu rasa iri hati. Ketakutan akan penilaian rekan sejawat atau mahasiswa juga bisa menghambat kebebasan untuk mengajar atau meneliti dengan cara yang berbeda atau inovatif.

Kelelahan Fisik dan Mental: Rutinitas dosen yang padat — mulai dari mengajar, menyiapkan materi, membimbing mahasiswa, hingga penelitian — sering kali mengakibatkan kelelahan fisik dan mental. Kelelahan ini mengurangi kemampuan untuk menikmati kehidupan di luar pekerjaan, menciptakan ketidakbahagiaan yang terus berulang.

Merasa Selalu Dianiaya dan Rasa Bersalah Berlebihan: Dalam lingkungan akademik yang kompetitif, ada dosen yang merasa selalu menjadi korban dari sistem yang tidak adil. Perasaan ini, ditambah dengan rasa bersalah berlebihan karena merasa belum cukup berkontribusi atau belum berhasil membimbing mahasiswa dengan baik, semakin memperburuk kondisi emosional.

Penyebab Kebahagiaan:

Namun, Russell juga menawarkan panduan untuk menemukan kebahagiaan, yang relevan bagi seorang dosen.

Pekerjaan yang Bermakna: Seorang dosen memiliki peluang besar untuk merasa bahagia dengan pekerjaannya. Mengajar dan membimbing mahasiswa memberikan tujuan dan perasaan pencapaian yang dalam. Menemukan makna dalam proses ini — tidak hanya dalam hasil atau pengakuan — dapat menjadi sumber kebahagiaan yang kuat.

Kasih Sayang dan Keluarga yang Harmonis: Hubungan yang positif dengan keluarga atau komunitas universitas dapat memberikan dukungan emosional yang stabil. Kebahagiaan tidak hanya berasal dari pencapaian akademik, tetapi juga dari hubungan manusia yang tulus.

Minat di Luar Diri Sendiri: Keterlibatan dalam aktivitas di luar pekerjaan, seperti seni, sains, atau hobi lainnya, dapat membantu dosen mengalihkan perhatian dari masalah pribadi atau tekanan pekerjaan. Minat-minat ini menawarkan keseimbangan yang sehat antara kehidupan profesional dan pribadi.

Semangat Hidup dan Usaha yang Ikhlas: Dosen yang memiliki semangat hidup dan melihat setiap aktivitas sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang, baik secara profesional maupun pribadi, akan lebih cenderung merasa puas. Semangat ini perlu didukung dengan usaha yang ikhlas, menerima bahwa tidak semua hal berada dalam kendali kita.

Mencintai Kehidupan dengan Segala Kekurangannya: Seorang dosen yang mampu menerima kenyataan, baik yang menyenangkan maupun yang mengecewakan, tanpa terobsesi dengan kesempurnaan, akan lebih mudah mencapai kebahagiaan. Kesadaran bahwa kegagalan dan kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran bisa menjadi kunci untuk hidup lebih bahagia.

Kesimpulan:

Kehidupan seorang dosen di universitas memiliki tantangan tersendiri yang bisa menjadi sumber ketidakbahagiaan, seperti tekanan kompetisi dan kelelahan. Namun, dengan mengadopsi sikap yang lebih realistis, menerima kekurangan, mengembangkan minat di luar diri sendiri, serta menjalin hubungan yang penuh kasih, seorang dosen dapat menemukan kebahagiaan di tengah hiruk-pikuk kehidupan akademik. Akhirnya, sebagaimana Bertrand Russell sampaikan, kebahagiaan bukanlah soal menghindari ketidakbahagiaan, melainkan soal memahami, menerima, dan berkembang melalui semua pengalaman yang ada.