Semakin hari semakin saya melihat apa yang dikatakan oleh sosiolog Prancis, filsuf dan ahli teori budaya Jean Baudrillard yang mengatakan bahwa “kita hidup di dunia di mana semakin banyak informasi dan semakin sedikit makna” benar adanya. Setelah saya lihat berita yang ditampilkan oleh handphone, semakin hari semakin banyak berita buruk yang masuk, terutama dari postingan di WhatsApp group dan media sosial lainnya. Postingan atau berita tersebut banyak berisi sindiran, ejekan, kritikan yang tidak membangun, umpatan, cacian dan lain-lain kata-kata yang bersifat negatif.
Ada hasil penelitian yang melaporkan bahwa terlalu banyak mendengar berita buruk akan mempengaruhi kesehatan jiwa. Pada tahun 2014, peneliti Harvard University yang bertanya kepada 2.500 orang dewasa di Amerika apa yang menyebabkan stres dalam kehidupan sehari-hari mereka. Empat puluh persen mengakui bahwa menonton, membaca, atau mendengarkan berita adalah salah satu penyebab stres utama mereka. Sejak itu, lebih banyak penelitian menunjukkan bahwa mendengar berita buruk dapat merusak kesehatan mental kita. Walaupun demikian, dalam zaman krisis ini, ada yang berpendapat supaya jangan menutupi berita buruk. Ada betulnya, tapi kita sebagai manusia perlu mengontrol supaya berita buruk tidak memberikan efek buruk kepada kesehatan mental kita.
Sayangnya, media menghabiskan lebih banyak waktu untuk fokus pada berita buruk daripada berita baik. Satu studi menemukan bahwa hanya satu berita baik daripada ada tujuh belas berita buruk yang diterima orang. Hal ini disebabkan karena orang lebih cenderung memperhatikan cerita tentang perang, terorisme, cuaca buruk, dan bencana alam. Psikolog menyebut ini sebagai bias negatif informasi. Kita cenderung bereaksi lebih cepat terhadap berita buruk dan mengingatnya.
Nasehat saya untuk diri saya sendiri supaya mengontrol dalam menerima berita buruk karena ini penting untuk menjaga kesehatan mental.