Seperempat abad berkelana di tanah Malaysia, mata ini menjadi saksi bagaimana sebuah bangsa dengan ragam kultur merajut kehidupan bersama. Dua kata sering muncul dalam percakapan tentang multikulturalisme: integrasi dan asimilasi. Namun, apa makna yang tersembunyi di balik kedua kata tersebut, dan apa filosofi yang menjadi landasannya?
Di Malaysia, negeri yang telah menjadi rumah bagi saya selama bertahun-tahun, integrasi menjadi prinsip yang dianut. Di sini, mereka memandang dengan hormat dan membiarkan mereka yang bukan dari etnis dominan untuk tetap menjalani hidup dengan identitas kultural mereka. Sebagai contoh, komunitas Tionghoa di Malaysia tetap memelihara bahasa dan tradisi mereka, namun tetap berkontribusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Filosofi di balik pendekatan ini adalah pengakuan terhadap pluralitas dan keberagaman, serta keyakinan bahwa masyarakat yang sehat adalah masyarakat yang membiarkan identitas beragam hidup berdampingan dan saling berdialog.
Sementara itu, di Indonesia, pendekatan yang dianut adalah asimilasi. Di sini, mereka yang berasal dari kelompok minoritas didorong untuk sepenuhnya beradaptasi dengan budaya dominan, termasuk dalam hal bahasa, nama, dan lainnya. Hasilnya, banyak dari komunitas Tionghoa di Indonesia yang telah berbaur sepenuhnya dengan budaya Nusantara. Pendekatan ini berakar dari filosofi yang menekankan keseragaman sebagai jalan menciptakan harmoni sosial dan memperteguh identitas bangsa.
Tidak ada satu pendekatan yang mutlak benar atau salah; masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Asimilasi mungkin menciptakan masyarakat yang lebih seragam, mengurangi potensi gesekan etnis, namun juga bisa mengaburkan kekayaan keberagaman budaya. Sementara integrasi memelihara keberagaman, namun bisa menimbulkan tantangan dalam merajut identitas bangsa yang inklusif.
Dari pengalaman di Malaysia dan observasi terhadap Indonesia, saya yakin pentingnya menghargai keberagaman budaya, etnis, dan bahasa di negeri kita. Dengan semangat “Bhinneka Tunggal Ika”, mari kita merajut keberagaman sebagai kekuatan dan kekayaan bangsa.