Rapat idealnya adalah wadah pertukaran ide, tempat pengambilan keputusan, dan evaluasi kinerja. Namun, pada kenyataannya, budaya rapat di sejumlah organisasi kerap kurang efektif. Rapat yang terjadi terlalu sering dengan penyampaian informasi bukan hanya menyita waktu, tetapi juga berdampak pada produktivitas karyawan.
Jika rapat berlangsung rutin tanpa tujuan yang spesifik dan tanpa agenda yang sistematis, ini dapat mengakibatkan peserta merasa jenuh dan kurang antusias. Pemberian informasi negatif berlebih tanpa solusi justru menciptakan lingkungan kerja yang penuh tekanan dan kurang mendukung kerjasama tim.
Waktu yang seharusnya produktif dalam menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan organisasi terbuang untuk rapat-rapat yang tidak memberikan hasil. Ini adalah inefisiensi yang patut dihindari.
Sebagai langkah perbaikan, organisasi harus mempertimbangkan pembatasan frekuensi rapat dan memastikan setiap rapat memiliki tujuan serta agenda yang jelas. Organisasi seharusnya fokus mencari solusi, bukan terjebak pada permasalahan. Teknologi komunikasi mutakhir bisa diandalkan untuk menggelar rapat virtual yang lebih efektif, atau memanfaatkan alat komunikasi ringkas seperti email atau aplikasi pesan cepat.
Konsep rapat sejatinya mirip dengan Dialog Sokratik, di mana individu-individu saling bertukar pemikiran untuk mencapai pemahaman atau kebenaran yang lebih mendalam. Di rapat, peserta saling berbagi informasi, pandangan, dan masukan untuk mencapai solusi bersama. Namun, sebagaimana dikatakan oleh filsuf Jean-Jacques Rousseau, kebebasan bersama bisa menjadi beban jika disalahgunakan. Demikian pula, rapat yang tidak terarah dapat menghambat kontribusi individu ke tujuan organisasi. Di ranah bisnis, waktu adalah aset berharga. Teori manajemen waktu menyarankan penggunaan waktu secara efisien untuk optimalisasi produktivitas.