Dalam perjumpaan kita dengan realitas pendidikan tinggi saat ini, terselip sebuah telaah tentang ketulusan menjadi seorang pemberi ilmu—dosen. Bayangkan sekeping daun yang turut berhembus dengan angin sepoi-sepoi, bergerak lincah seiring embusan hati nan jernih, menapaki suatu perjalanan tanpa henti. Begitulah peran seorang dosen dalam kanvas dunia akademis, begitulah kita menggambarkan peran tersebut sebagai sebuah integrasi antara pengetahuan dan kemurnian etika.
Melangkah dalam gelapnya dunia ini, seorang dosen layaknya pelita yang menyinari peradaban, berjuang melawan arus kebodohan dengan nyala ilmunya. Ia menciptakan dan mengurai makna, sekaligus menganyam tapak-tapak baru ilmu pengetahuan, menjembatani apa yang tampak dan apa yang tersembunyi di balik tabir realitas.
Etika akademis
Ada suatu keindahan dan kedalaman dalam pertautan antara integritas dan etika akademis. Ia seperti dua sayap yang memungkinkan seseorang untuk terbang menembus cakrawala ilmu pengetahuan, membimbing mereka untuk menyentuh langit kesuksesan yang tak terbatas, bukan hanya dalam konteks pencapaian, tetapi dalam kualitas dan kemurnian.
Integritas dan etika akademis menciptakan resonansi dalam ruang-ruang hening pengetahuan. Keduanya merangkum kejujuran dan penghargaan terhadap kebenaran, sebuah kemurnian niat yang melampaui batas-batas pengejaran publikasi dan pengakuan. Bukanlah itu sebuah mahakarya ketika seorang dosen mampu berlayar di lautan yang luas ini, membimbing dan menjadi bimbingan, menjaga api ilmu yang tak pernah padam meski diterpa angin kencang?
Ketika dosen menyelami lautan pengetahuan, membuka mata hatinya dalam mencerna dan mencipta, ia mengambil peran sebagai garda terdepan dalam mewariskan api peradaban kepada generasi berikutnya. Intelektualnya bukanlah sekadar perenungan, melainkan juga manifestasi, sebuah representasi dari kemampuan untuk berdialog dengan dunia, menyelami rahasia-rahasia alam, sekaligus merawat benih-benih pemikiran yang mungkin suatu saat akan menumbuhkan pohon-pohon besar dalam hutan keilmuan.
Dalam keinginan menjadi pendidikan tinggi yang unggul, di sana tersembunyi tuntutan untuk terus mencari, mengejar, dan menembus batas. Dosen adalah sosok yang harus dapat melihat lebih dalam, merasakan lebih sensitif, dan menyentuh lebih dalam lagi, sehingga tangan-tangan mereka mencipta bentuk-bentuk baru, membentuk realitas yang terus berkembang, dan terus menginspirasi.
Kontribusi yang signifikan
Kontribusi yang bermakna dan tidak asal-asalan, itulah hal yang juga melekat kepada etika akademis, yang seringkali terlupakan atau sengaja diabaikan dengan tuntutan luaran penelitian. Diharapkan, kontribusi dosen perlulah signifikan dan berdampak positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan masyarakat. Tidak melakukan penelitian dengan topik-topik sepele yang hanya untuk memenuhi luaran juga menjadi hal yang penting. Namun apakah ini bisa dilakukan jika antara tuntutan dan kondisi di lapangan tidak realistis?
Namun, kebersihan dari pengetahuan ini, keberanian dalam menelisik setiap detilnya, dan kebijaksanaan dalam membagikannya, akan kehilangan maknanya bila integritas dan etika akademis ditinggalkan. Sebab, apa artinya ilmu bila tak terjaga kemurniannya? Apa artinya pencarian bila tujuannya ternoda oleh ketidakjujuran?
Dosen adalah para pejalan. Mereka yang bersedia menyelami kedalaman samudera, membuka tabir antara rahasia dan kenyataan, antara ketidaktahuan dan pencerahan. Menjadi seorang dosen bukanlah perihal menjadi lampu yang terang benderang dalam kegelapan, melainkan tentang menjadi cahaya lembut yang mampu membimbing yang lain menuju kepada pemahaman.
Pengajaran bukan hanya transfer pengetahuan. Ia adalah seni, adalah keindahan, adalah persembahan. Bila kita mampu melihat jauh ke dalam, kita akan menyadari bahwa tugas suci ini mengingatkan kita pada keberanian untuk berdiri teguh, berbicara kebenaran, dan membela nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Dalam orkestrasi ilmu pengetahuan dan integritas, dosen membentuk melodi-melodi yang akan terus bergema, menciptakan harmoni yang melampaui ruang dan waktu, membangun jembatan antara masa kini dan masa yang akan datang. Di sana, dalam setiap notasi, dalam setiap irama, terkandung sebuah harapan bahwa kita, sebagai suatu peradaban, dapat terus berjalan, melangkah, dan berkembang, bukan atas dasar pengakuan semu, melainkan atas dasar kemurnian niat, keikhlasan, dan pengabdian yang tak pernah luntur oleh waktu.
Maka, marilah kita bina, rangkai, dan jaga bersama benih-benih itu agar tetap terpelihara, agar suatu saat, ketika kita melihat ke belakang, kita dapat tersenyum pada jejak-jejak yang telah kita ukir, pada cerita-cerita yang telah kita bingkai, sembari tetap merawat dan memelihara api ini, agar tetap menyala, memberi cahaya, dan menyuburkan benih-benih baru di masa depan.
Jadi, apa kriteria dosen yang baik itu?
Kita sampai kepenghujung renungan untuk melihat apa kriteria dosen yang baik itu.
Dosen adalah individu yang mengintegrasikan ketulusan dan integritas dalam perjalanan ilmiahnya. Ia diharapkan menjadi pelita yang menerangi kegelapan kebodohan. Ia juga diharapkan dapat merangkul etika akademis dengan penuh penghargaan terhadap kebenaran. Dosen perlu menghasilkan kontribusi yang signifikan dan bermakna. Dosen adalah seorang pejalan dan pembimbing dalam lautan ilmu pengetahuan, berdialog dengan dunia melalui perenungan dan manifestasi ilmu yang dikembangkannya. Berani untuk berbicara kebenaran dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Perjalanan akademis dan profesionalnya tidak hanya ditujukan untuk pencapaian pribadi. Penyumbang kepada perkembangan dan kemajuan peradaban. Lalu, dapat merawat benih-benih ilmu pengetahuan yang akan terus tumbuh dan berkembang sepanjang masa.
Alhamdullilah, sangat banyak dan mudah-mudahan membawa berkah.