Di balik tembok-tembok ruang ilmu, di kampus yang dipenuhi aroma buku-buku, terselip sebuah kenyataan yang mungkin luput dari pengertian sebagian besar dari kami, para pengajar. Kami, para dosen di perguruan tinggi, terperangkap dalam kesederhanaan, bergerak seadanya, hanya untuk memenuhi tuntutan beban kinerja dosen (BKD) dosen, yang seringkali diakali. Kami takut meninggalkan zona nyaman yang telah kami bina sejak lama, melupakan pentingnya kemajuan ilmu pengetahuan dan pengajaran yang berkualitas. Apa yang salah dengan kami?
Kami, sebagai dosen, sering kali terjebak dalam rutinitas yang monoton. Birokrasi yang remeh, pengajaran yang dangkal, kami lupa bahwa universitas bukan hanya tempat untuk mengulang-ulang pengetahuan yang sudah ada, tetapi juga tempat untuk mempelajari hal-hal baru. Kami, para dosen, terjebak dalam produksi penelitian yang remeh, hanya untuk memenuhi tuntutan publikasi, melupakan pentingnya penelitian yang benar-benar berdampak. Publikasi yang dihasilkan dengan trik-trik dan tipu-tipu. Ironisnya, kami yang seharusnya menjadi pelopor ilmu pengetahuan, malah menjadi penjaga status quo.
Mengapa ini bisa terjadi? Disamping terjebak dengan birokrasi dan peraturan-peraturan yang tidak memajukan ilmu pengetahuan, kami juga takut akan kegagalan. Takut dicemooh, takut kehilangan muka di depan mahasiswa dan rekan sejawat. Kami memilih untuk berjalan di jalan yang sudah ada, daripada menciptakan jalan baru yang mungkin penuh dengan risiko, tetapi juga penuh dengan kemungkinan.
Kami perlu mengingatkan diri kami sendiri bahwa universitas adalah tempat untuk berinovasi, bereksperimen, dan mengambil risiko. Kami perlu menciptakan lingkungan akademik yang mendukung, yang memotivasi dosen dan mahasiswa untuk keluar dari zona nyaman mereka dan mengejar keunggulan. Tapi apakah ini hanya sebuah lusi?
Pengembangan profesional yang berkelanjutan bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Kami perlu terus belajar, terus berkembang, dan terus menantang diri kami sendiri untuk menjadi lebih baik. Kami perlu menjadi contoh bagi mahasiswa kami, menunjukkan kepada mereka bahwa belajar adalah perjalanan seumur hidup, dan bahwa kegagalan adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan tersebut.
Dalam kampus yang penuh dengan lautan mahasiswa, mari kita renungkan kembali peran kami sebagai dosen. Mari buang jauh-jauh ketakutan akan kegagalan, dan gantilah dengan keberanian untuk belajar, berkembang, dan berinovasi. Karena hanya dengan cara itulah kami dapat menciptakan universitas yang benar-benar unggul, dan hanya dengan cara itulah kami dapat membimbing mahasiswa kami untuk mencapai potensi penuh mereka. Tapi apakah bisa terwujud dengan jumlah mahasiswa yang fantatis dan fasilitas yang seadanya? Sepertinya perlu kesadaran dari manusia yang menyusun kebijakan dan juga menjalankan kebijakan. Jika tidak ada kesadaran, kebijakan secanggih apapun tidak akan bisa terlaksana karena manusia itu adalah mahluk yang dengan sangat gampang mengakali peraturan.
Sepertinya saya perlu memulai ini dari diri saya sendiri.