Ketika gaya Jenderal Nagabonar dalam mengakali aturan membuat kita tersenyum, ini mencerminkan prototipe sifat yang sering kita temui sehari-hari di sekeliling kita. Jenderal Nagabonar menerapkan etika pragmatis, yang menekankan pada hasil atau konsekuensi dari sebuah tindakan. Di sisi lain, polisi yang lugu mengadopsi pendekatan etika deontologis, yang lebih menitikberatkan pada ketaatan terhadap aturan dan prinsip moral. Namun, di atas semua itu, etika kebajikan sangat diperlukan dan merupakan aspek yang paling penting dalam etika. Etika kebajikan menekankan pentingnya menjadi orang yang baik, dengan sifat-sifat seperti kejujuran, keberanian, kemurahan hati, dan keadilan.
Penting untuk diakui bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada dilema etis di mana pilihan yang jelas dan mudah tidak selalu tersedia. Dalam situasi seperti ini, etika dilema selalu ada, dan kita perlu bijak dalam menavigasi antara berbagai pendekatan etis. Dalam menghadapi dilema ini, mengedepankan etika kebajikan menjadi sangat penting. Dengan fokus pada pembentukan karakter dan kebajikan individu, kita dapat mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan yang tidak hanya menghasilkan konsekuensi yang baik atau mematuhi aturan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai inti dari kebaikan dan integritas moral. Dengan demikian, etika kebajikan membantu kita untuk menemukan jalan tengah yang seimbang, memungkinkan kita untuk menangani dilema etis dengan cara yang lebih holistik dan manusiawi.