Refleksi atas distorsi ilmu pengetahuan

Dalam nyinyir ini (dan saya selalu tetap nyiyir bersuara), terdapat keperluan mendesak untuk menyuarakan kegelisahan. Kita menyaksikan, dengan mata kepala sendiri, bagaimana dunia ilmu pengetahuan, yang seharusnya menjadi mercusuar pengetahuan, kini terjerumus dalam lembah fatamorgana. Ironis. Ketika ilmu pengetahuan yang mestinya berdiri tegak di atas fondasi kebenaran dan pencarian makna, kini terpapar oleh angin pencitraan yang semu? Hal ini terlihat ketika penghargaan kepada dosen hanya dilihat dari pencapaian semu yang hanya memperhatikan angka seperti jumlah publikasi dan sitasi tanpa melihat bagaimana proses angka itu dihasilkan, apakah dengan kaidah yang benar dan berintegritas. Saya memperhatikan faktor integritas sangat jarang diperhatikan padahal ini kunci dari perkembangan ilmu pengetahuan.

Di era ini, di mana metrik menjadi dewa, peneliti dan akademisi terjebak dalam angka-angka yang menyesatkan. Publikasi menjadi tujuan, bukan lagi sarana. Jumlah publikasi, faktor dampak jurnal, sitasi – semua ini telah menjadi hal yang dikejar, bukan alat untuk mengukur esensi pengetahuan yang sejati. Kita terlena dalam pesta angka yang menggiurkan, melupakan bahwa di balik angka-angka tersebut, seharusnya terdapat substansi pengetahuan yang berharga. Di universitas hal ini seringkali tidak diperhatikan dengan serius untuk mendidik calon ilmuwan. Kita seringkali lupa bahwa sebagai dosen tugas utama kita adalah mendidik.

Penerbitan yang tidak memperhatikan proses yang betul, yang seringkali bisa sampai diterbitkan di jurnal ternama (jika beruntung), yang lebih mengutamakan keuntungan daripada kebenaran ilmiah, adalah salah satu manifestasi dari krisis ini. Mereka bagaikan serigala berbulu domba, menawarkan jalan pintas menuju publikasi, namun pada akhirnya hanya menghasilkan karya-karya yang hampa makna. Ini adalah tragedi zaman, di mana integritas ilmiah dikorbankan demi pencapaian yang dangkal.

Kita harus bertanya, ke mana arah kompas ilmu pengetahuan kita? Apakah kita akan terus menerus berjalan dalam lingkaran pencitraan yang tak berujung? Atau, apakah kita akan kembali ke jalan yang benar: penelitian yang dilakukan dengan integritas, ketelitian, dan komitmen terhadap kebenaran?

Kita perlu mengingat kembali bahwa ilmu pengetahuan bukanlah tentang berlomba-lomba dalam jumlah publikasi atau mengejar faktor dampak yang tinggi. Ilmu pengetahuan adalah tentang pencarian kebenaran, tentang membangun fondasi pengetahuan yang kokoh dan berarti. Kita harus kembali ke prinsip-prinsip dasar penelitian: integritas, keaslian, dan kontribusi nyata terhadap pengetahuan.

Mari kita buang jauh-jauh fatamorgana yang telah membutakan kita. Mari kita bangun kembali ilmu pengetahuan yang berlandaskan pada nilai-nilai kebenaran dan pencarian makna yang sejati. Hanya dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa ilmu pengetahuan akan terus menjadi mercusuar yang menerangi kegelapan, bukan menjadi bayang-bayang yang menyesatkan dalam cahaya yang silau.

Nggak tahu lagi, saya mau ngomong apa. 🥲