Sering kali, saya merasa ada di persimpangan jalan saat dihadapkan pada keputusan besar. Rasanya, tiap opsi memiliki daya tariknya sendiri, membuat pikiran saya berkecamuk. Di saat-saat seperti ini, saya menemukan sebuah buku yang benar-benar membuka mata saya tentang bagaimana cara membuat keputusan yang lebih baik, yaitu “Noise: A Flaw in Human Judgment” oleh Daniel Kahneman, Olivier Sibony, dan Cass R. Sunstein. Buku ini keluar di tahun 2021 dan langsung menjadi semacam obor penerang di tengah kebingungan saya, apalagi dalam urusan memilih pemimpin yang terbaik untuk negeri ini.
Yang menarik dari buku ini adalah pembahasannya tentang noise dan bias, dua hal yang sering kali membuat keputusan kita jadi berantakan. Ketika mencoba memilih pemimpin, saya sadar bahwa banyak dari kita, termasuk saya, terkadang terlalu cepat membuat keputusan tanpa didasari data atau fakta yang solid, tapi lebih karena noise, atau ketidaksesuaian penilaian yang seharusnya tidak terjadi. Ini seperti membangunkan saya dari tidur, mengingatkan bahwa dalam hal memilih pemimpin, keputusan bersama kita bisa saja terkontaminasi oleh hal-hal yang luput dari perhatian kita.
Mengurangi noise dan bias dalam memilih pemimpin
Bayangkan Anda berada di dapur, bersemangat untuk membuat kue coklat terlezat sebagai kejutan untuk teman. Anda memiliki resep warisan keluarga yang terbukti, tapi kali ini, Anda ingin menambahkan sentuhan pribadi. Ini mirip dengan proses memilih pemimpin. Noise dalam pengambilan keputusan ibarat oven Anda yang temperamental—kadang terlalu panas, kadang terlalu dingin—sering kali mengubah hasil akhir tanpa peringatan. Bias statistik mirip dengan kepercayaan Anda pada merek coklat tertentu yang selalu digunakan keluarga, tanpa mempertimbangkan opsi lain yang mungkin memberikan rasa yang lebih kaya atau tekstur yang lebih lembut. Sementara itu, bias psikologis seperti kecenderungan Anda untuk selalu menambahkan kacang waluh karena Anda suka, meskipun tidak semua orang menikmatinya.
Suatu hari, bertekad untuk mengesankan, Anda memutuskan untuk bereksperimen. Anda mengawasi oven dengan cermat, menyesuaikan suhu untuk mengkompensasi fluktuasinya—mengurangi ‘noise’ dalam baking Anda. Anda juga mempertimbangkan coklat dari sumber lain, mengatasi ‘bias statistik’ Anda terhadap merek keluarga. Dan meski sulit, Anda memilih untuk mengesampingkan ‘bias psikologis’ Anda terhadap kacang waluh, memikirkan selera tamu Anda, bukan hanya Anda sendiri.
Ketika kue selesai dan Anda menyajikannya kepada teman, reaksi mereka luar biasa. Kue itu tidak hanya memuaskan selera Anda tapi juga selera mereka, berkat keputusan Anda untuk mengakui dan mengatasi noise dan bias dalam proses pembuatan kue. Ini mengajarkan pelajaran berharga tentang pentingnya melihat lebih dari sekadar preferensi pribadi dan kebiasaan lama saat membuat keputusan—baik itu dalam memilih bahan kue atau memilih pemimpin. Dengan mengurangi noise dan bias, kita tidak hanya mencapai hasil yang lebih baik tapi juga memenuhi kebutuhan dan harapan yang lebih luas, menciptakan hasil yang menyenangkan bagi semua.