Mabuk di kursi belakang: Kebijakan pendidikan tinggi

Catatan ini adalah refleksi melihat kebijakan pendidikan tinggi yang selalu berubah-rubah.

Supir tidak pernah mabuk, sedangkan penumpang sering kali mabuk. Mengapa? Karena supir yang membawa mobil dan penumpang dibawa oleh mobil. Begitu kira-kira nasib pendidikan tinggi di negeri kita. Di kursi kemudi duduklah para pembuat kebijakan, tangkas dan cekatan, mengarahkan ke kanan dan ke kiri, menaikkan dan menurunkan kecepatan. Di kursi belakang, para pemimpin institusi pendidikan tinggi terombang-ambing, mencoba menahan mual akibat putaran tak terduga dan belokan tiba-tiba.

Si supir kebijakan, dengan kepastian laiknya nasihat dari langit, menetapkan aturan, standar, dan target yang harus dicapai. Ia yakin, semua pasti bisa dilaksanakan. “Asal kemudi di tangan, mobil ini pasti sampai tujuan,” pikirnya. Di kursi belakang, para penumpang alias pemimpin universitas, berkeringat dingin. Mereka harus menyesuaikan diri dengan kecepatan dan arah yang ditentukan. Namun, sering kali mereka merasa ‘mabuk’ oleh kebijakan yang berubah-ubah, seperti kendaraan yang oleng ke sana kemari.

Betapa sulitnya hidup para penumpang ini. Mereka harus menjalankan kebijakan yang kadang-kadang terasa seperti perintah untuk menanam padi di gurun pasir. Rektor-rektor ini bisa kewalahan dan mengalami kesulitan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sementara itu, si supir di depan tak selalu menyadari betapa beratnya perjalanan di kursi belakang.

Dari sini, kita belajar bahwa koordinasi dan komunikasi itu penting, sangat penting, malah. Supir kebijakan harus peka dan memahami kondisi nyata di lapangan, bukannya asyik sendiri dengan peta dan rute di atas kertas. Di sisi lain, para pemimpin universitas harus berani bersuara, memberikan masukan dan feedback, meskipun harus berteriak dari kursi belakang.

Sehingga, dalam perjalanan panjang ini, tidak ada lagi yang merasa ‘mabuk’. Semua pihak, dari supir hingga penumpang, bisa menikmati perjalanan, walaupun mungkin masih ada guncangan di sana-sini. Dan begitulah, sebuah pelajaran jenaka dari kursi belakang mobil pendidikan tinggi kita.