Di antara angka-angka yang merajut cerita di papan tulis kehidupan, nol sering kali terlupakan, sepi di tengah keramaian. Tapi, bukankah nol itu menarik? Sebuah kesepian yang penuh ironi, seperti riset-riset kita yang sering kali terjebak dalam kehampaan.
Waduh, melihat pembangunan riset sekarang ini rasanya seperti melihat angka nol yang kesepian di tengah angka-angka lainnya. Nolnya sih ada, tapi kok kayak nggak ada artinya, ya? Cuma jadi pelengkap penderita, tak punya nilai, tak punya dampak. Nol ini, di dalam riset abal-abal, adalah angka yang besar tapi kosong. Proposalnya tebal, judulnya mentereng, tapi hasilnya? Nol besar! Metodologinya tak jelas, datanya tak valid, kesimpulannya ngawur. Seperti donat, bentuknya bulat tapi tengahnya bolong.
Nol, dalam kacamata filsafat, bisa jadi simbol ketidakpedulian. Angka nol sering diartikan sebagai “tidak ada”, “tidak penting”, “tidak masalah”. Sikap ini nampaknya telah menjadi budaya dalam riset abal-abal. Tak peduli pada kualitas, tak peduli pada dampak, yang penting proyek jalan, dana cair.
Namun, jangan lupa, nol juga punya potensi besar. Dalam matematika, nol adalah titik awal, dasar dari semua angka. Dalam riset, mestinya nol jadi pengingat untuk kembali ke dasar, ke prinsip-prinsip ilmiah yang benar. Nol juga bisa jadi titik balik, momentum untuk berubah, untuk memperbaiki diri.
Plato mungkin akan tersenyum pahit melihat dunia riset kita. Baginya, dunia ide adalah tempat yang sempurna, tempat segala yang nyata hanyalah bayangan. Tapi, riset kita? Ia tak lebih dari bayangan yang bahkan tak punya substansi. Sementara Aristoteles, sang murid, mungkin akan mengernyitkan dahi, bertanya-tanya bagaimana empirisme bisa terjun bebas ke dalam jurang kehampaan metodologi.
Jadi, daripada terus-terusan berkutat dengan riset abal-abal, mari kita mulai dari nol lagi. Kembali ke dasar, perbaiki metodologi, perkuat analisis, dan hasilkan riset yang berkualitas dan bermanfaat. Siapa tahu, dari nol ini kita bisa mencapai angka-angka yang lebih besar dan bermakna.
Nol adalah ironi, tapi juga harapan. Di dalam kehampaan itu, tersimpan potensi yang tak terbatas. Mari, jadikan nol sebagai titik awal untuk transformasi yang sejati.