Menurut Plato, persahabatan sejati tidak hanya dibangun di atas dasar saling memberi dan menerima antara dua individu, tetapi lebih dari itu, persahabatan yang benar-benar kokoh terikat pada aspirasi bersama terhadap nilai-nilai yang lebih tinggi, terutama “Kebaikan.” Dalam dialognya, Plato menggambarkan bahwa dua orang dapat bersahabat karena mereka sama-sama menginginkan kebaikan tersebut, dan bukan semata-mata karena mereka membutuhkan sesuatu dari satu sama lain. Jika komitmen terhadap kebaikan itu hilang, maka persahabatan pun bisa pudar.
Bayangkan konsep ini dalam konteks persahabatan antara dua orang dosen, sebut saja Prof. XXX dan Dr. YYY, yang menjalani hubungan persahabatan seperti sebuah proyek penelitian bersama yang mereka putuskan untuk kerjakan. Proyek ini bukan sekadar proyek biasa, tetapi sebuah penelitian ambisius untuk menemukan “Teori Kebaikan Universal” yang dapat mengubah dunia pendidikan.
Selama bertahun-tahun, XXX dan YYY bekerja sama dengan gigih. Mereka saling berbagi ide, berdebat tentang metodologi, dan saling mendukung ketika menghadapi tantangan. Namun, tujuan utama mereka bukan hanya publikasi jurnal atau penghargaan akademik, melainkan menemukan esensi dari “Kebaikan” dalam pendidikan—sesuatu yang mereka yakini dapat membawa perubahan besar.
Namun, seiring waktu, situasi mulai berubah. Prof. XXX mulai tertarik pada hal-hal lain—mungkin dia tergoda oleh tawaran menjadi rektor atau mulai fokus pada proyek lain yang lebih menguntungkan secara finansial. XXX mulai kehilangan minat terhadap proyek “Teori Kebaikan Universal” yang dulu begitu ia perjuangkan. Sementara itu, Dr. YYY masih teguh pada tujuan awal mereka, tetap bersemangat dan berkomitmen untuk menyelesaikan penelitian tersebut demi nilai “Kebaikan” yang mereka yakini.
Pada titik ini, persahabatan akademik mereka mulai merenggang. Bukan karena mereka tidak lagi menghargai satu sama lain, tetapi karena tujuan mereka tidak lagi sejalan. Dr. YYY masih ingin mencapai puncak—menemukan dan mempublikasikan “Teori Kebaikan Universal”—sedangkan Prof. XXX sudah kehilangan ketertarikannya. Akibatnya, proyek penelitian mereka terhenti, dan persahabatan mereka pun mulai memudar.
Analogi ini menunjukkan bahwa persahabatan di antara dua dosen tidak hanya didasarkan pada kerja sama dan dukungan satu sama lain, tetapi juga pada kesamaan tujuan dan komitmen terhadap nilai-nilai yang lebih tinggi. Selama XXX dan YYY memiliki tujuan akademik yang sama, persahabatan mereka kuat. Namun, begitu salah satu dari mereka kehilangan arah, hubungan itu pun mulai goyah, mirip seperti penelitian yang terhenti ketika salah satu penelitinya kehilangan minat.
Persahabatan mereka, seperti proyek penelitian, hanya akan terus berlanjut selama keduanya masih berkomitmen pada “Kebaikan” yang menjadi tujuan awal mereka. Tanpa itu, persahabatan yang dulu erat perlahan bisa berubah menjadi hanya kenangan indah di masa lalu.