Sebagai narasumber di SINTA Talk 2024 yang diselenggarakan oleh Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Indonesia, saya berkesempatan mempresentasikan gagasan ini di Prime Plaza Hotel Sanur – Bali pada 21 November 2024. Acara ini menjadi momen penting untuk merefleksikan peran SINTA dalam ekosistem riset Indonesia dan arah transformasinya ke depan.
SINTA, sistem evaluasi riset kebanggaan Indonesia, kini berada di persimpangan jalan. Sistem yang selama ini menjadi tolok ukur produktivitas akademik harus menghadapi kenyataan bahwa angka-angka tidak selalu mencerminkan dampak nyata. Saat dunia riset global semakin menuntut relevansi, inovasi, dan kontribusi sosial, fokus pada metrik kuantitatif justru menciptakan ilusi kesuksesan yang menjauhkan kita dari esensi riset sejati.
Mengubah paradigma ini memang bukan perkara mudah. Budaya “kejar publikasi” telah mengakar kuat dalam ekosistem akademik kita. Namun, apakah kuantitas publikasi yang terus meningkat tanpa relevansi nyata benar-benar membawa kita lebih dekat ke Indonesia Emas 2045? Atau justru membuat kita terjebak dalam gua ilusi, seperti alegori Plato, yang hanya menatap bayangan realitas tanpa menyentuh substansinya?
Langkah konkret seperti pengembangan metrik kualitatif, apresiasi terhadap penelitian niche, dan pemanfaatan modul strategis seperti Benchmarking Tool adalah upaya yang patut didukung. Riset harus dinilai berdasarkan dampaknya terhadap masyarakat, kolaborasi lintas disiplin, serta kontribusi pada inovasi dan teknologi yang relevan secara lokal dan global. Dengan keberanian untuk meninggalkan paradigma lama, SINTA dapat menjadi bukan hanya alat evaluasi, tetapi juga pendorong utama transformasi riset yang berdampak nyata. Transformasi ini adalah langkah mendesak untuk memastikan bahwa riset Indonesia benar-benar menjadi solusi, bukan sekadar data statistik yang tak bermakna.