Dua dekade sebagai editor jurnal: Dari konten ke kredibilitas

Sejak 20 tahun lalu, saya telah menjadi editor jurnal Malaysian Journal of Fundamental and Applied Sciences (MJFAS). Perjalanan ini bukan sekadar proses mengelola naskah, tetapi juga perjalanan learning progression, pembelajaran yang berkembang seiring waktu. Jika dulu tugas utama saya adalah menilai substansi manuskrip, kini peran saya telah bergeser ke ranah yang lebih kompleks: memilah-milah kredibilitas pengarangnya.

Pada awalnya, tantangan terbesar adalah menarik minat peneliti agar mengirimkan karya mereka. Jurnal ini tumbuh dari ketidakdikenalan menjadi platform yang kini harus sangat selektif dalam menerima artikel. Dulu, saya hanya membaca isi, menilai kesesuaian topik, kebaruan (novelty), dan kualitas metodologi. Fokus saya sepenuhnya pada konten: apakah sebuah makalah memiliki kontribusi ilmiah yang signifikan?

Namun, zaman telah berubah dan MJFAS sudah menerima banyak sekali makalah. Kini, dengan semakin banyaknya penulis yang mencoba peruntungan di dunia akademik, saya menyadari bahwa menilai hanya berdasarkan isi saja tidak lagi cukup. Saya mulai memperhatikan rekam jejak penulis. Kredibilitas ilmiah bukan hanya soal satu makalah yang tampak meyakinkan, tetapi juga tentang bagaimana konsistensi akademik seseorang dalam meneliti dan berkontribusi dalam bidangnya.

Era kecerdasan buatan (AI) semakin memperumit tantangan ini. Dulu, keunggulan sebuah makalah bisa dilihat dari kedalaman analisis dan orisinalitas gagasan. Sekarang, AI dapat membantu menghasilkan tulisan yang tampak rapi, berstruktur baik, dan bahkan menyisipkan analisis yang tampaknya canggih. Dalam kondisi seperti ini, bagaimana cara membedakan makalah yang benar-benar berkualitas dengan yang hanya “dibantu” AI secara berlebihan?

Jawabannya terletak pada kredibilitas penulis. Saya baru-baru ini menolak sebuah makalah bukan karena isi teknisnya buruk, tetapi karena rekam jejak penulisnya tidak menunjukkan kompetensi di bidangnya. Dalam dunia akademik, integritas ilmiah bukan sekadar soal menulis artikel yang terlihat meyakinkan, tetapi juga tentang kontribusi nyata terhadap pengembangan ilmu pengetahuan.

Saat ini, saya percaya bahwa menjadi editor bukan lagi hanya soal membaca dan menilai isi, tetapi juga memilah siapa yang layak berkontribusi dalam percakapan ilmiah. Kredibilitas, pengalaman, dan konsistensi jauh lebih penting daripada sekadar satu artikel yang tampak “canggih.” Dan dalam dunia yang semakin didominasi AI, kita harus lebih berhati-hati agar ilmu pengetahuan tetap berkembang atas dasar kerja keras manusia, bukan sekadar hasil sintesis algoritma.