Tulisan ini terinspirasi dari tulisan Google Scholar Syndrome yang ditulis oleh Prof. Eleftherios Diamandis. Supaya lebih umum, saya mengeneralisasikan menjadi sitasi sindrom atau dalam bahasa Inggris dapat ditulis sebagai citation syndrome. Sindrom ini biasanya menimpa saintis yang mempunyai sitasi publikasi yang sangat baik (mungkin juga dialami oleh si pengarang, Prof. Eleftherios Diamandis). Sama seperti Google Scholar Syndrome, berikut ini adalah tiga gejala dari citation syndrome (yang saya terjemahkan dari tulisan Google Scholar Syndrome):
- Semakin sering melihat sitasi publikasi diri sendiri (Scopus, Clarivate Analytics dan juga Googe Scholar). Pertama-tama sebulan sekali, lalu seminggu sekali, lalu sekali sehari, dan, dalam tahap lanjut, beberapa kali sehari, seperti melihat h-index, sitasi tertinggi, juga tren dan peningkatannya.
- Membandingkan sitasi publikasi Anda dengan pesaing Anda (lokal, nasional atau internasional), dengan harapan bahwa Anda telah melampaui mereka.
- Saat mencapai jumlah sitasi tertentu, misalnya 100.000 atau lebih, Anda mulai membandingkan diri Anda dengan pemenang hadiah Nobel.
Jika Anda memiliki salah satu dari tiga gejala di atas, mulailah merenung. Anda perlu bertanya apa hikmah di balik angka yang Anda incar. Jangan tertipu, dan kembali ke maksud dan tujuan penelitian Anda. Dunia penelitian Indonesia tidak akan maju jika hanya ingin mencapai prestasi semu, bukan untuk menghasilkan penelitian yang berkualitas dan bernilai tinggi. Maaf, gejala ini sudah terlihat, seperti kartel kutipan dimana penulis atau editor jurnal bekerja sama untuk meningkatkan kutipan artikel mereka dengan mengutip artikel anggota kartel secara tidak proporsional.