Polan adalah seorang anak desa yang sangat penasaran. Dia selalu ingin tahu apa yang ada di luar desanya. Suatu hari, Polan memutuskan untuk menjadi penjelajah. Dia bermimpi menemukan harta karun yang tersembunyi di sebuah pulau terpencil.
Polan mulai dengan menghabiskan waktu di perpustakaan desa, membaca buku tentang peta dan kompas. Dia bahkan mencoba membuat peta sendiri dengan menggambar garis-garis acak di atas kertas. Hasilnya? Sebuah peta yang tampak seperti spaghetti yang berantakan!
Polan kemudian memutuskan untuk berlatih di lapangan. Dia berjalan-jalan di hutan di sekitar desa dengan kompas dan peta buatannya. Sayangnya, peta tersebut tidak membantunya sama sekali. Polan tersesat dan berakhir di kebun tetangganya, Pak Joko, yang sedang marah karena Polan menginjak tanaman cabainya.
Polan tahu bahwa dia tidak bisa melakukan ini sendiri. Dia meminta bantuan teman-temannya, Dodi dan Siti, untuk bergabung dalam petualangannya. Mereka berlatih bersama, berbagi tugas, dan saling mendukung. Mereka bahkan membuat klub penjelajah dengan nama “Tim Jelajah Seribu Pulau” yang hanya memiliki tiga anggota.
Suatu hari, mereka memutuskan untuk mencari harta karun di sebuah pulau terpencil. Mereka menyewa perahu kecil dan berlayar ke pulau tersebut. Sayangnya, mereka lupa membawa peta dan kompas. Mereka tersesat di laut dan berakhir di sebuah pulau yang penuh dengan monyet lucu yang suka mencuri makanan mereka.
Polan dan teman-temannya akhirnya menyadari bahwa menjadi penjelajah bukan hanya tentang mencari harta karun, tetapi juga tentang menemukan diri sendiri dan bersenang-senang bersama teman-teman. Mereka kembali ke desa dengan tangan kosong, tetapi dengan hati yang penuh kebahagiaan dan kenangan yang tak terlupakan.
Dan begitulah kisah Polan dan teman-temannya dalam petualangan mereka yang penuh kekonyolan dan tawa. Meskipun mereka tidak menemukan harta karun, mereka menemukan sesuatu yang lebih berharga: persahabatan dan pengalaman yang tak ternilai harganya.
Dalam petualangan mereka yang penuh kekonyolan dan tawa, Polan dan teman-temannya sebenarnya telah mengalami keempat pilar UNESCO. Mereka mempraktikkan Learning to Know (Learning to Learn) saat mereka mencari informasi dan memahaminya, seperti saat Polan membaca buku tentang peta dan kompas di perpustakaan desa. Mereka mengaplikasikan Learning to Do saat mereka mempraktikkan keterampilan yang mereka pelajari, seperti saat Polan berjalan-jalan di hutan dengan kompas dan peta buatannya. Mereka mengalami Learning to Live Together, Learn to Live with Others saat mereka bekerja sama dengan teman-teman mereka, berbagi tugas, dan saling mendukung dalam petualangan mereka. Dan akhirnya, mereka menemukan Learning to Be saat mereka menemukan diri mereka sendiri dan bersenang-senang bersama teman-teman dalam petualangan mereka. Meskipun mereka tidak menemukan harta karun yang mereka cari, mereka menemukan harta yang lebih berharga: pengetahuan, keterampilan, persahabatan, dan pengalaman yang akan mereka kenang seumur hidup.