Riset abal-abal

Dalam dunia ilmu, kita berjalan. Langkah demi langkah, kita mencari kebenaran—sebuah kata yang seringkali terkubur di bawah tumpukan data, grafik, dan publikasi. Publikasi ilmiah! Kata yang begitu menggoda, seolah menjadi tujuan akhir dari semua penelitian. Tetapi apa artinya sebuah publikasi jika ia hanyalah sebuah topeng, sebuah ilusi yang dibuat untuk memenuhi target dan ekspektasi? Publikasi yang akhirnya tidak ilmiah.

Bulan September tiba, dan begitu juga tekanan untuk memonitor hasil. “Apakah kita sudah mendapatkan luaran?” tanya seorang peneliti muda, mata berbinar-binar dengan ambisi. “Desember sudah dekat, kita harus mempublish sesuatu.” Padahal dana turun bulan Juli. 

Dan di sinilah trik dan akal-akalan mulai bermain. Riset lama dioplos menjadi baru, data orang lain disajikan sebagai milik sendiri, kolaborasi menjadi sebuah transaksi. Apa ini? Ini bukan lagi sebuah perjalanan mencari kebenaran, tetapi sebuah permainan untuk mencapai prestasi semu.

Prestasi? Apakah ini yang kita sebut prestasi? Sebuah paper, sebuah paten, atau apapun itu—jika tidak dibangun di atas fondasi kebenaran, maka ia hanyalah sebuah kastil pasir yang akan runtuh oleh ombak realitas. Percayalah, riset yang serius, yang mengikuti metodologi ilmiah dengan integritas, akan sulit dicapai dalam sistem seperti ini.

Maka, marilah kita renungkan:

Dalam labirin ilmu yang tak berujung,
Kita mencari, oh kita mencari—
Tapi apa yang kita temukan?
Hanyalah bayang-bayang dari kebenaran sejati.

Kolaborasi menjadi transaksi,
Data menjadi komoditas,
Dan kebenaran? Oh, kebenaran—
Menjadi korban dari ambisi kita.

Percayalah, saudaraku,
Dalam perjalanan ini,
Jangan biarkan dirimu terperangkap
Dalam ilusi prestasi semu.

Karena apa guna pengetahuan,
Jika ia tidak membawa kita pada kebenaran?
Apa guna riset,
Jika ia hanya sebuah permainan?

Jadi, mari kita kembali pada esensi, pada tujuan utama dari penelitian ilmiah: untuk mencari kebenaran. Karena tanpa kebenaran, semua usaha kita akan sia-sia.