Menjemput anak pulang sekolah

Di bawah langit yang semakin gelap, waktu bergerak dengan ritme tersendiri. Setiap sore, ada seorang ayah atau ibu yang berdiri teguh di pintu sekolah, menunggu anaknya kembali ke pelukannya. Suatu tugas sederhana, namun penuh makna. Dalam diam, mereka menyaksikan perubahan anaknya dari hari ke hari, tak sadar bahwa setiap pertemuan mungkin bisa menjadi perpisahan.

Hari demi hari, tanpa mereka sadari, anak-anak yang mereka nantikan tumbuh. Seperti tanaman yang kian menjulang, mereka mulai berakar di dunia lain, dunia yang jauh dari pandangan orang tua mereka. Pintu sekolah yang sama, tempat yang sama, namun sang anak mulai jarang ditemui. Mereka memilih terbang, mencari dunia mereka sendiri, meninggalkan jejak-jejak masa kecil di balik.

Orang tua berdiri di sana, tidak lagi menunggu, tetapi tenggelam dalam kenangan. Mereka mengenang senyum ceria anak mereka, tawa mereka yang riang, dan bagaimana setiap hari anak-anak itu berlari ke pelukan mereka dengan cerita-cerita baru. Namun kini, yang ada hanyalah kesunyian dan bayangan masa lalu.

Mungkin inilah ironi kehidupan, di mana orang tua harus merelakan anak-anaknya tumbuh dan menjauh. Namun, meski jarak memisahkan, ikatan cinta tetap kukuh. Meski tak lagi bertemu setiap hari, kenangan indah tetap terpatri di hati. Sebuah catatan waktu, sebuah bisikan yang mengingatkan bahwa cinta seorang orang tua tak akan pernah memudar, bahkan ketika anak-anaknya telah terbang jauh meninggalkan sarang.