Seperti biasa, di sudut warung pojok yang menjadi saksi bisu rutinitas pagiku, sepiring bubur kacang hijau bercampur ketan hitam menemani. Sejenak, kesederhanaan sarapan ini membangkitkan rasa ingin tahu dalam diriku. Seolah-olah, di balik kesederhanaan ini, ada dunia yang begitu kompleks dan penuh misteri.
Dengan penuh ketelitian, selama satu menit, mata saya melalui kamera handphone tertuju pada jalan di depan warung. Jiwa saintis saya tergugah, mencatat setiap kendaraan yang melintas. Dalam hitungan menit, 83 sepeda motor, 15 mobil, 2 truk, 1 bus, dan 1 angkot berlalu di hadapan saya. Itulah gambaran pagi jam 7:40, sebuah kesibukan yang tak pernah berhenti.
Jika kita ekstrapolasi, mungkin dalam setengah jam, sekitar 2490 sepeda motor dan 450 mobil akan menghiasi jalan-jalan Kota Malang. Mereka, yang berangkat kerja atau menuju sekolah, membawa harapan dan cita-cita di pagi hari. Namun, di balik kesibukan itu, ada potensi ekonomi yang tak terduga.
Bayangkan, jika setiap sepeda motor dikenakan biaya parkir Rp 2 ribu, maka dalam setengah jam, pemasukan dari sepeda motor saja mencapai Rp 5 juta. Ditambah dengan mobil yang dikenakan biaya Rp 1,35 juta, dimana satu mobil dengan biaya parkir Rp 3 ribu. Dalam setengah jam, total pemasukan mencapai lebih dari Rp 6 juta. Angka yang mengejutkan, bukan?
Kota Malang, dengan segala kesibukannya, menyimpan potensi bisnis yang luar biasa, terutama di sektor parkir. Menghitung dan mengkhayal, mungkin saja, dengan kecerdikan dan strategi yang tepat, seseorang bisa menjadi jutawan hanya dari bisnis parkir. Betapa indahnya berimajinasi, sambil menikmati bubur kacang hijau di warung pojok.