Tidak lagi kesepian

Dalam kesenyapan kota asing yang tak kenal henti, saya meresapi ‘loneliness’, melalui kacamata psikologi dan filsafat. Kesepian, bukan sekadar ketiadaan, melainkan sebuah paradoks antara harapan dan realitas yang terasa. Sebuah pertarungan antara keinginan untuk dikenal dan kenyataan menjadi asing.

Selama 27 tahun, di tanah yang bukan milik saya, kesepian menjadi teman setia, bagai bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan. Di sana, saya sering terjebak dalam kecelaruan pikiran, mencari arti dari kehadiran dan ketiadaan. Menyadari bahwa, meski dikelilingi oleh ribuan wajah, saya tetap merasa sendiri, bagai seorang pelancong yang tersesat dalam hutan pikirannya sendiri.

Dalam kontemplasi filsafat, kesepian adalah gambaran dari eksistensialisme yang mendalam. Sebuah renungan tentang keberadaan yang seringkali terasa absurd, bagai karya-karya yang penuh dengan pertanyaan tanpa jawaban.

Namun, saat kembali ke tanah air, saya menemukan oasis di tengah gurun kesepian. Di sini, di tanah yang penuh dengan kenangan dan harapan, saya menemukan diri saya kembali. Kesepian yang dulu menghantui, kini berubah menjadi kebahagiaan yang mendalam. Pulang bukan hanya tentang kembali ke tempat asal, melainkan tentang menemukan makna dari setiap langkah yang pernah diambil.

Dalam gema kesenyapan, kesepian mengajak saya merenung dalam filsafat. Seakan-akan meminjam kata-kata Sartre, kesepian menjadi cerminan keberadaan manusia dalam keasliannya. Di tanah yang asing, di antara bayang-bayang kota yang tak kenal saya, saya sering terhanyut dalam absurditas ala Camus. Sebuah tarian tanpa irama, sebuah kehidupan yang seringkali terasa tanpa arah dan makna.

Namun, setelah pulang ke tanah air, saya menemukan solusi untuk dilema eksistensial saya. Di tanah kelahiran saya, saya merasa lebih terkoneksi dengan akar budaya saya, dengan sejarah dan filosofi yang telah membentuk identitas saya. Saya merasa lebih bahagia, tidak lagi terisolasi, dan menemukan makna dalam kebersamaan. Dalam konteks ini, pulang ke tanah air bukan hanya sebuah perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan metafisik menuju pemahaman diri yang lebih dalam.

Sekarang saya lebih bahagia di tanah air.