Di sudut Toko Buku Gramedia Malang, mata saya tertambat pada sebuah buku dengan gambar-gambar yang seakan ingin bercerita. “Cartoon History of the Universe,” begitu judulnya. Larry Gonick, dengan lincah, mencoba merangkai tabir waktu dalam lembaran-lembaran kertas yang dipenuhi tinta. Buku komik, katanya. Tapi, bukan sembarang komik.
Larry Gonick, penulis yang menghiasi masa mudanya dengan gelar matematika dari Universitas Harvard. Bukan sekedar kartunis, tetapi seseorang yang menari di antara angka-angka dan sejarah, merajut keduanya dalam kanvas yang unik, berbeda dari penulis lainnya. Bukannya mengandalkan pena dan kertas untuk menuliskan rumus, ia justru menemukan panggilannya dalam garis-garis tinta kartun, menjadikannya sarana untuk menggali dan membagikan pengetahuan.
Ketika dunia akademik menuntut kedalaman dan keabsahan, banyak yang berpendapat bahwa buku seperti ini lebih cocok menjadi pendamping, bukan pemain utama di panggung ilmu. Namun, mengapa harus terjebak dalam batasan yang kaku? Bukankah ilmu pengetahuan sendiri adalah perjalanan, dan setiap perjalanan memiliki jalan setapak yang berbeda-beda?
Ketika membalik halaman demi halaman, saya menyadari bahwa komik ini mampu menumbuhkan rasa ingin tahu, mengeksplorasi, dan merenung. Memang, ia tak bisa digunakan sebagai rujukan utama dalam penulisan esai atau tesis, tapi ia memiliki kekuatan untuk menanamkan benih-benih pemahaman yang nantinya bisa bertumbuh menjadi pohon besar dalam pikiran setiap pembacanya.
Jadi, walaupun banyak yang mungkin menganggapnya hanya sebagai pintu samping, bagi saya ia adalah jendela. Jendela yang memperlihatkan dunia dari perspektif yang berbeda. Dan percayalah, dalam kelas yang saya ampu, jendela ini akan menjadi salah satu cara untuk melihat, merenung, dan memahami dunia. Sebuah jendela yang mengajak mahasiswa untuk berpikir di luar kotak, melampaui batasan tradisional, dan menemukan keindahan dalam setiap cerita.