Di seberang lautan kebenaran, di mana bayangan Plato, sang filsuf, bermain dengan cahaya pengetahuan yang kekal dan murni, kita mungkin menemukan diri kita berlayar, terbelenggu dalam rantai yang tak tampak namun begitu kuat, membelenggu penelitian di negeri kita, Indonesia. Di negeri yang kaya akan keragaman dan potensi, mungkin tersembunyi sebuah ironi: bahwa dalam usaha mencapai kejayaan ilmiah, kita terperangkap dalam dunia yang lebih memperdulikan kuantitas ketimbang kualitas—sebuah pantomim yang menyedihkan dari apa yang seharusnya menjadi perjalanan intelektual yang membebaskan dan memberdayakan.
Gelombang penelitian, yang idealnya menerobos batas pengetahuan dan kebenaran, terkadang terhenti, tertahan oleh pesisir yang dicirikan oleh dorongan publikasi dan pengakuan. Bukankah kita lupa, bahwa di setiap percobaan dan teori seharusnya terletak jiwa yang mencari, yang merindukan pemahaman yang lebih mendalam mengenai realitas di mana kita semua bertengger?
Pantaskah kita mengajukan sebuah hipotesis yang melankolis? Bahwa dalam penelitian ilmiah di negeri ini, kita terkadang kehilangan esensi pencarian kita: bukan hanya untuk apa yang baru dan menggugah, namun juga untuk apa yang benar dan bermakna. Bagaimana kita bisa membebaskan diri dari belenggu ini, meresapi kembali nilai-nilai murni dari riset dan eksplorasi ilmu pengetahuan?
Refleksi ini bukanlah undangan untuk meresapi keputusasaan, melainkan sebuah panggilan—suatu seruan untuk merenung dalam-dalam dan mengakar kembali pada esensi dari pencarian keilmuan itu sendiri. Di tengah-tengah hiruk pikuk dunia riset yang terkadang terperangkap dalam siklus produksi dan pengakuan, ada ruang untuk introspeksi, untuk mengingat kembali bahwa di setiap penjuru pertanyaan ilmiah seharusnya terdapat dahaga yang tak terpuaskan untuk memahami dan mengerti.
Kita memanggil Plato, tidak sebagai pengingat dogma filosofis, melainkan sebagai simbol dari keinginan untuk mencari yang otentik dan mendalam. Dengan mata yang tertuju pada ide-ide sejati, mari kita manfaatkan setiap percobaan, setiap penelitian, sebagai sarana untuk mendekati kebenaran, bukan hanya sebagai alat untuk mencapai pengakuan atau produktivitas.
Dengan berpikir reflektif, kita mungkin menemukan kekuatan untuk melepaskan diri dari belenggu yang tak kasat mata ini, menciptakan riset yang bukan hanya melengkapi daftar publikasi, namun yang menjelajah ke dalam kedalaman misteri dunia, memberikan kita pencerahan yang tajam dan tak berkesudahan. Di sanalah, mungkin, kita akan menemukan kembali makna dari penelitian itu sendiri: sebuah perjalanan yang tak pernah berakhir menuju pengenalan dan kebijaksanaan.