Satata Gama Karta Raharja

Melintas dalam lorong waktu, kita mungkin akan menemukan bahwa kebijaksanaan tak hanya bersumber dari masa kini, melainkan juga dari gemerlap masa lalu, dari reruntuhan kerajaan dan bisikan-bisikan filosofis yang terjaga oleh zaman. “Satata Gama Karta Raharja”; kata-kata yang terpahat dalam ingatan sejarah, menyejukkan dan menyentuh ke dalam prinsip-prinsip kehidupan yang lama tak bersuara. Dari era Kerajaan Singasari, sebuah konsep keberlanjutan mungkin telah merembet dan ditanamkan dalam hati peradaban itu sendiri.

Sustainability, kata yang kini begitu akrab dan mungkin juga dilelahkan oleh retorika zaman, sepertinya pernah menjadi filosofi yang tak terucapkan di masa lalu, mengalir seperti sungai kebijaksanaan yang tak pernah kering oleh musim. Di bawah langit yang sama, nenek moyang kita telah berbicara tanpa kata, bahwa keberlanjutan bukanlah pilihan, melainkan keniscayaan.

“Satata Gama Karta Raharja” bisikkan itu, ibarat embun pagi yang menghunjam langsung ke akar pohon kesadaran kita, membisikkan pentingnya harmoni, bahwa kesejahteraan yang diterima tangan-tangan ini harus selaras dengan kesucian yang melingkupi jiwa. Mereka, rakyat Singasari yang dengan lembut menyirami tanah dengan kebijaksanaan, bukan hanya memandang bumi sebagai tempat berpijak, melainkan juga sebagai cermin yang mengajarkan kita tentang keadilan, tentang bagaimana membalas budi kepada tanah yang telah memberi kita kehidupan.

Langit yang dijunjung bukan sekedar metafora kosmis, melainkan representasi dari aspirasi manusia terhadap kebenaran, kesucian, dan ketentraman yang tiada akhir. Adalah filosofi yang mengajarkan kita untuk menjunjung tinggi kearifan, menjadikan langit sebagai panduan moral untuk berbuat benar, dan sekaligus sebagai bentuk penghormatan kepada tanah di bawah kaki. Kita, manusia-manusia zaman kini, bagai penjelajah waktu yang tengah mencari jawaban atas persoalan-persoalan eksistensial melalui lembaran-lembaran sejarah yang lusuh namun bernilai.

Dapatkah kita, yang tengah menari dalam gejolak zaman modern yang penuh dengan ketidakpastian dan ambiguitas, menemukan kembali jati diri kebijaksanaan kita dalam gemerlap tradisi masa lalu? Dalam kontemplasi ini, kita dihadapkan pada suatu persilangan jalan: satu mengarah pada penerusan nihilisme, dan yang lainnya menggiring kita pada pencerahan kearifan yang telah lama dilupakan.

Maka, di sinilah, dalam remah-remah masa lalu, kita mungkin menemukan benih-benih masa depan, mengingatkan kita pada keseimbangan dan harmoni, menunjukkan bahwa keberlanjutan dan kesejahteraan bukanlah dua entitas yang saling eksklusif. Lebih dari itu, keduanya adalah dua sisi mata uang yang sama: sebuah tatanan kehidupan yang menyeluruh dan berkelanjutan.

Dengan demikian, melalui lensa filosofis ini, mari kita renungkan kembali, mencoba memahami dan mungkin mempraktikkan konsep “Satata Gama Karta Raharja”, memberikan hak bagi bumi untuk tetap subur dan memberikan ruang bagi langit untuk tetap dijunjung tinggi. Semoga, dalam renungan ini, kita bisa menemukan keseimbangan antara modernitas dan tradisi, antara inovasi dan kearifan lama, sehingga kesejahteraan yang kita rindukan bisa terwujud di atas kesucian yang langgeng.