Bayangkan, jika di suatu sudut kampus, terjadi percakapan seru antara dua dosen yang lagi asyik ngobrol. Mereka bukan siapa-siapa kok, hanya tokoh imajiner dalam skenario kita saja. Jika kebetulan ada yang namanya mirip, itu cuma kebetulan belaka, nggak ada hubungannya sama sekali. Lewat obrolan santai mereka ini, kita bisa lho, mengintip berbagai persoalan etika yang sering muncul dan menggelitik di dunia akademis. Yap, sesederhana itu, kita bisa dapat pencerahan tentang etika penelitian, hanya dari secangkir teh dan obrolan ringan dua dosen ini:
Arief: “Tau nggak, Budi, cerita soal dosen yang kejar target sampai-sampai mahasiswanya jadi korban? Ada yang nggak punya log book penelitian lho.”
Budi: “Iya, Arief, sering dengar. Kadang-kadang, mahasiswanya juga kayak robot, cuma ngumpulin data doang, nggak ngerti apa-apa tentang risetnya.”
Arief: “Betul banget. Kan ironis, nama saja pendidikan dan riset, tapi kok ya esensinya hilang. Harusnya kan belajar, bukan cuma ngejar hasil.”
Budi: “Dan denger-denger ada juga dosen yang ngarang data, ngutak-ngatik statistik biar keliatan ciamik di kertas. Itu sih merusak nama baik ilmu pengetahuan.”
Arief: “Benar banget. Jadi bukan cuma soal berapa banyak publikasi, tapi juga gimana caranya dapat. Kalau sampai ada kecurangan, ya apa artinya?”
Budi: “Nah, dan tekanannya bukan main, terutama buat mahasiswa S2 dan S3. Mereka diharapkan punya publikasi internasional, tapi bimbingannya? Nihil!”
Arief: “Ini nih yang harus kita perhatikan sebagai dosen. Kita harus lebih fokus ke mentoring yang benar, pastikan mereka ngerti proses riset yang sebenarnya.”
Budi: “Setuju banget. Kita juga harus sering-sering ngobrol tentang etika penelitian. Bukan cuma soal dapetin hasil, tapi juga soal riset yang bertanggung jawab.”
Arief: “Benar, Budi. Kita perlu budaya akademik yang sehat. Bukan cuma kejar-kejaran publikasi, tapi juga membangun komunitas ilmiah yang berkualitas dan berintegritas.”
Budi: “Dan jangan lupa soal kurikulum. Kita perlu pastikan kurikulum nggak cuma ngajarin teori, tapi juga praktek penelitian yang baik dan etis.”
Arief: “Yup, perubahan harus dari dasar. Mulai dari cara kita mendidik, cara kita riset, sampai cara kita nilai kinerja akademik. Perlu kerja keras nih dari semua pihak.”
Budi: “Betul, tantangannya besar, tapi aku yakin kita bisa. Yuk mulai dari diri kita sendiri dan lingkungan terdekat. Jadilah contoh yang baik buat generasi penerus kita.”
Arief: “Setuju penuh. Mari kita jadi perubahan yang ingin kita lihat di dunia pendidikan tinggi!”