Saya bercerita sedikit tentang konsep keadilan yang merupakan sebuah perjalanan menuju pemahaman moral setelah saya melihat tulisan menarik oleh Soe Hok Gie, dan saya kemudian selfie dengan latar belakang tulisan itu: Apatis, mengikuti arus atau merdeka? Ini bukan cuma sekedar diskusi serius. Bayangkan kita lagi berjalan menembus ombak pikiran, menyusuri lautan keadilan yang tidak cuma luas, tapi juga dalam sekali. Dan di tengah perjalanan ini, kita dihadapkan sama dilema: jadi orang yang apatis, ikut-ikut arus saja, atau memilih jadi manusia merdeka yang punya tanggung jawab atas pilihannya.
Mengingat soal cerita trolley yang sudah terkenal, dan juga kasus kapal Mignonette, itu bukan hanya soal harus memilih mana yang benar dalam situasi yang pelik. Lebih dari itu, itu seperti cermin buat kita, menunjukkan kita di posisi mana: “Hanya ada dua pilihan, jadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk jadi manusia merdeka.” Ini soal berani ambil tindakan yang sesuai dengan nilai moral kita, walau pilihan itu berat dan penuh risiko. Sama seperti cerita kapal Mignonette yang bikin kita berpikir, seberapa jauh kita akan mempertahankan kemanusiaan kita dalam situasi yang benar-benar desperate?
Kalau kita membicarakan landasan filosofisnya, bisa jadi kita mengambil inspirasi dari tokoh eksistensialis seperti Jean-Paul Sartre. Dia mengatakan bahwa kebebasan, pilihan, dan tanggung jawab individu itu yang membuat kita menjadi manusia seutuhnya. Menurut dia, kita itu ada dulu, baru kemudian kita mendefinisikan diri kita lewat pilihan dan tindakan kita. Jadi, dalam konteks dilema keadilan dan moral, ini berarti kita bukan cuma produk dari lingkungan atau pendidikan, tapi kita mempunyai kekuatan membuat pilihan berdasarkan refleksi moral dan nilai yang kita pegang.
Sebenarnya gampang menjadi orang yang apatis atau cuma mengikuti arus, karena itu artinya kita tidak perlu berat-berat memikirkan tanggung jawab atas pilihan kita. Tapi, memilih untuk jadi manusia merdeka berarti kita siap menerima bahwa kebebasan kita itu datang bersama dengan tanggung jawab untuk membuat pilihan yang bijak dan bertanggung jawab. Ini jalan yang lebih berliku, tapi lebih berwarna, karena lewat pilihan-pilihan itu, kita secara aktif mengukir identitas kita dan memberi makna pada hidup kita.
Dalam mengarungi kehidupan yang rumit ini, sering kali kita dihadapkan pada pilihan antara menjadi orang yang apatis, mengikuti arus tanpa banyak tanya, atau mengambil jalan yang lebih menantang untuk jadi manusia merdeka yang selalu bertanya, merenung, dan bertindak berdasarkan apa yang kita percaya itu benar. Memilih untuk bertindak, meskipun dihadapkan pada dilema moral yang kompleks, itu adalah cara kita buat mengatakan ke dunia bahwa kita ini bebas, kita bisa mempengaruhi sekeliling kita, dan, akhirnya, itu adalah cara kita untuk mengakui kemanusiaan kita.
Jadi, di tengah kehidupan yang terus bergerak, pemahaman tentang keadilan dan tanggung jawab moral itu seperti kompas yang menuntun perjalanan kita. Ini bukan cuma soal memilih yang benar atau salah, tapi juga tentang bagaimana cara kita memilih untuk menjalani hidup: sebagai orang yang cuma numpang lewat, atau sebagai manusia merdeka yang aktif membentuk dunia dengan pilihan-pilihan kita. Memilih untuk jadi manusia merdeka itu artinya memilih untuk menjalani hidup yang penuh makna, tanggung jawab, dan kebebasan sejati. Bagaimana, siap untuk jadi kapten dalam perjalanan hidupmu sendiri?