Yang menang adalah mayoritas diam

Tadi pagi saya ikut pemilu dan menyoblos di TPS dekat rumah. Sekarang saya menyaksikan hasil quick count dan sudah hampir dipastikan siapa pemenangnya. Sebelum pemilu, kita menyaksikan dunia maya yang memekakkan terkadang terasa seperti pasar malam versi abad 21, dimana setiap orang bisa menjadi juru bicara tanpa microphone dari balik layar, ada sekelompok netizen yang kerap luput dari perhatian kita, tapi mereka ada, Sangat nyata, tidak bisa dianggap enteng: Mayoritas diam.

Siapakah orang-orang ini? Mereka adalah kru VIP dari acara drama media sosial yang memilih untuk menikmati pertunjukan dari penonton. Mereka bukan tipe orang yang terjun ke arena dan terlibat argumen atau mengisi kolom komentar dengan pendapatnya. Mereka memilih untuk low profile, bukan karena tidak peduli, namun karena mereka sadar betul bahwa kegaduhan yang terjadi di media sosial seringkali tidak mencerminkan apa yang terjadi di dunia nyata.

Di zaman sekarang ini, di mana hampir semua orang bisa menjadi kritikus atau analis politik dadakan di media sosial, kita sering terjebak dalam pemikiran bahwa pihak yang bersuara keraslah yang mendominasi. Namun, mayoritas diam menampar kita dengan kenyataan bahwa keributan di media sosial hanyalah sebagian dari cerita. Dunia nyata, kehidupan sehari-hari, seringkali jauh lebih kompleks.

Mereka, mayoritas diam, memilih menjawab segala macam sindiran, ejekan dan provokasi bukan dengan perang kata-kata, namun dengan tindakan. Mereka bekerja di belakang layar, melakukan hal-hal nyata yang benar-benar bisa membawa perubahan. Mereka percaya bahwa satu langkah nyata lebih berharga dibandingkan ribuan tweet atau status yang berakhir hanya menjadi gaung kosong tanpa dampak.

Dalam keheningan mereka, mayoritas diam sebenarnya yang berbicara. Mereka berbicara tentang kerja keras yang perlahan tapi pasti mengubah masyarakat. Mungkin tidak terlihat atau terdengar di dunia maya, namun pengaruhnya sangat terasa dalam kehidupan kita sehari-hari.

Jadi, lain kali, sebelum kita terburu-buru menilai opini publik dari kebisingan di media sosial, ingatlah mayoritas diam. Mereka mungkin tidak berteriak di dunia maya, namun suara mereka sangat nyata di dunia nyata, melalui tindakan dan kontribusi yang mereka lakukan. Dan pada akhirnya, itulah yang terpenting.