Like, Like, Like: Bagaimana cara mengabaikan dunia maya?

Pernahkah kita merasa hidup kita berubah karena media sosial dan tombol like di sana? Nampaknya, sejak benda ajaib ini muncul, semua orang ingin pendapat dan gaya hidupnya diakui. Setiap postingan kita tunggu berapa like yang muncul. Itu menjadi semacam validasi bagi kita. Benarkah itu?

Tapi, mari kita pikirkan lagi. Benarkah kita harus terus mencari pengakuan dari like di media sosial? Sepertinya ada cara yang lebih keren untuk menghadapi semua ini. Jawabannya mungkin terletak pada bagaimana kita mengabaikannya dan lebih fokus pada hal yang benar-benar penting bagi kita.

Nah, di sinilah filosofi eksistensialisme bisa menjadi sahabat kita. Gaya hidup eksistensialis mengajarkan kita untuk hidup secara otentik, menghargai kebebasan pribadi, dan mengambil pilihan berdasarkan apa yang kita anggap penting, bukan karena persetujuan orang lain. Jadi, daripada terus terjebak dalam pusaran like dan validasi sosial, lebih baik kita mulai menyibukkan diri dengan hal yang memang kita pedulikan.

Saya sendiri sudah mulai menulis blog sejak tahun 1999. Saya ingin berbagi cara untuk menjadi lebih riang dan fokus pada diri sendiri, mengurangi kecemasan sosial yang disebabkan oleh media sosial. Kita semua bisa belajar untuk lebih menghargai diri sendiri dan keputusan yang kita ambil, tanpa terlalu peduli dengan berapa banyak like (dari tombol like) yang kita dapatkan.

Jadi, mari kita mulai hidup lebih santai. Tidak perlu terlalu serius dengan dunia maya. Yang penting kita bahagia dan nyaman dengan diri kita sendiri. Bagaimana? Siap untuk mulai mengabaikan hal-hal yang disukai dan hidup lebih otentik?