Mari kita bicara tentang sesuatu yang awalnya mungkin terdengar sangat teknis: harmonisasi semantik. Apa itu? Sederhananya, ini tentang memastikan bahwa setiap orang berbicara dalam bahasa yang sama ketika kita mengumpulkan dan membandingkan data. Bayangkan kita semua berada di konser musik tetapi setiap orang mendengar versi lagu yang berbeda. Pasti akan membingungkan bukan? Harmonisasi semantik adalah upaya untuk memastikan bahwa setiap orang mendengarkan “lagu” yang sama, sehingga ketika kita membandingkan sesuatu, kita benar-benar membandingkan apel dengan apel, bukan apel dengan jeruk. Contoh dari harmonisasi semantik dapat dibaca dalam paper yang berjudul “Fuzzy data definitions distort fair comparability of universities in university rankings: results from Italy and Belgium on the Times Higher Education Ranking“, yang dipublikasikan tahun 2023 di Quality in Higher Education.
Sekarang, mari kita bawa ide ini ke dunia pendidikan tinggi dan penelitian. Kita sering membandingkan universitas, fakultas dan dosen berdasarkan prestasinya bukan? Namun pernahkah Anda berpikir bahwa tidak semua universitas dan fakultas memainkan kartu yang sama? Ada yang punya dana penelitian melimpah, ada pula yang bekerja keras dengan apa yang mereka punya. Lantas, adilkah jika membandingkan keluarannya secara langsung tanpa mempertimbangkan faktor pendukung seperti pendanaan penelitian dan infrastruktur riset yang mendukung?
Bayangkan jika di perguruan tinggi yang dananya terbatas, para dosennya bisa saja setengah hati berinovasi dan membuahkan hasil yang tidak sehebat hasil dari perguruan tinggi kaya. Alternatifnya, universitas yang berfokus pada pengajaran mungkin akan kurang kompetitif jika hanya jumlah publikasi yang dipertimbangkan. Bukankah ini tidak adil?
Di sinilah harmonisasi semantik menjadi penting. Kita perlu mempertimbangkan konteks dan kondisi masing-masing universitas atau dosen ketika mengevaluasi atau mengambil keputusan. Hal ini bukan hanya tentang keadilan dan akurasi, namun juga tentang menghargai keberagaman dan kompleksitas dalam dunia pendidikan tinggi dan penelitian.
Bagaimana kita melakukannya? Kita perlu merancang sistem evaluasi yang tidak hanya mempertimbangkan hasil akhir, namun juga pendanaan, infrastruktur, efisiensi, inovasi, dan dampak relatif dari apa yang dihasilkan. Hal ini dapat berarti mengembangkan metrik yang lebih inklusif atau memberikan penekanan lebih besar pada aspek-aspek tertentu yang mencerminkan upaya dan inovasi.
Dengan mempertimbangkan harmonisasi semantik, kita dapat membuat penilaian yang lebih adil dan akurat. Hal ini juga akan mendorong semua pihak, sebesar apa pun sumber dayanya, untuk terus berinovasi dan berkontribusi. Mari kita mulai melihat lebih dalam dan luas agar kita bisa mengapresiasi dan mengakui setiap usaha dan pencapaian secara lebih adil.