Riset tanpa makna: Sintaksis tanpa semantik

Bayangkan berada dalam situasi yang rumit dan membingungkan. Di satu sisi, ada ‘Sintaksis,’ raja struktur dan aturan. Di sisi lain, ada ‘Semantik,’ dewi makna dan nuansa. Kedua penguasa ini mengendalikan kerajaan linguistik dan membentuk banyak bidang lainnya seperti ilmu komputer dan filosofi.

Sintaksis, sang raja, merajai struktur kalimat, mengatur bagaimana kata-kata dan frasa digabungkan untuk membentuk kalimat yang berarti. Ambillah Bahasa Inggris sebagai contoh; sang raja menetapkan bahwa kalimat biasanya harus dimulai dengan subjek, diikuti oleh verba, dan kemudian objek. Sang raja menjalankan kerajaan dengan disiplin, mengeksekusi aturannya dengan tegas.

Namun, di sisi lain labirin, Semantik, dewi makna, memberikan kehidupan dan kedalaman pada kata-kata dan kalimat. Dia membisikkan makna dan nuansa ke dalam telinga mereka yang belajar bahasa, membimbing mereka untuk memahami esensi di balik kata-kata dan frasa, bukan hanya strukturnya.

Filsuf John Searle memperkenalkan kita pada suatu konsep bernama ‘Chinese Room.’ Bayangkan seseorang di dalam ruangan yang dipenuhi dengan instruksi dalam bahasa Inggris untuk merespons simbol dalam bahasa Mandarin. Meski dia mampu merespons simbol-simbol tersebut dengan benar berdasarkan instruksi, ia tidak memahami makna di balik simbol-simbol tersebut. Ini menggambarkan situasi di mana seseorang mungkin memahami sintaksis tetapi kehilangan semantik.

Kini, pikirkan tentang dunia pendidikan dan riset. Bagaimana jika mahasiswa dan peneliti berjalan dalam situasi ini? Mereka mungkin menghasilkan output yang benar secara sintaksis, seperti menjawab pertanyaan ujian atau menulis makalah penelitian. Namun, apa yang terjadi jika mereka tidak menggali cukup dalam untuk memahami semantik? Apa yang terjadi jika fokus berlebihan pada hasil akhir mendorong mereka ke arah sang raja, bukan dewi?

Kerajaan ideal, tentu saja, adalah yang menjunjung tinggi baik Sintaksis dan Semantik. Di mana bukan hanya hasil akhir yang penting, tetapi juga pemahaman mendalam, pemikiran kritis, dan proses belajar. Di mana ‘keberhasilan’ tidak hanya ditentukan oleh jawaban yang benar atau output yang memenuhi standar, tetapi juga sejauh mana kita telah memahami dan menerapkan pemikiran kita.

Adalah penting untuk mengingat bahwa banyak institusi, pendidik, dan peneliti berusaha mewujudkan kerajaan yang seimbang ini. Ada harapan bahwa pendidikan dan penelitian dapat bergerak lebih jauh dari ‘Chinese Room’, menuju suatu sistem yang lebih menghargai dan mendorong pemahaman mendalam dan pemikiran kritis.