Tiba-tiba ada seruan muncul: “Berubahlah!” Namun, bergeraklah dengan langkah yang pelan. Sebab, dalam perjalanan, arah lebih berarti daripada kecepatan. Saya teringat suatu ketika, ketika aplikasi Waze dan Google Maps menjadi panduan, hasrat saya untuk segera mencapai tujuan membuat saya terjerembab dalam jalan berliku yang tak dikenal. Kesalahan bukan pada aplikasi, melainkan pada diri yang tergesa-gesa tanpa memahami benar peta dan rute yang harus dilalui.
Dalam hembusan angin zaman, kecepatan kerap menjadi mantra yang menyesatkan. Ia adalah bayang-bayang dari hasrat kita yang tergesa-gesa, mengejar apa yang tampak dekat, namun seringkali melupakan horizon yang jauh di depan mata. Adalah suatu keharusan bagi kita untuk menanam benih pemikiran yang tak hanya berakar pada saat ini, melainkan juga merentang pada masa yang akan datang.
Pendidikan bukanlah sekedar lomba lari; ia adalah tarian pikiran yang membutuhkan kedalaman, introspeksi, dan pemahaman yang tak terukur. Sedangkan industri, dengan ritmenya yang dinamis, mungkin menuntut efisiensi dan hasil instan. Namun, pendidikan adalah tentang merenung, memahami inti dari setiap pelajaran, dan memastikan setiap jejak langkah kita meninggalkan bekas yang berarti. Marilah kita tidak terlarut dalam kegaduhan kecepatan, melainkan mencari makna dan arah yang hakiki dalam setiap perjalanan.
Begitulah juga dengan kehidupan. Terkadang, kita terlalu terburu-buru, lupa bahwa arah adalah esensi dari setiap perjalanan. Terutama dalam dunia pendidikan. Kita terjebak dalam euforia mengejar ranking universitas, tanpa benar-benar memahami visi dan misi yang seharusnya menjadi kompas. Kecepatan tanpa arah hanya akan membawa kita pada kesesatan. Sebuah peringatan bagi kita semua: dalam mengejar cita-cita, pastikan kompas hati kita selalu terkalibrasi dengan benar.