Senyawa jiwa: Egoisme dan altruisme

Ada sebuah cerita absurd dalam dunia akademis. Terdapat sebuah fenomena unik yang meresap dalam kehidupan kampus: senyawa yang bernama Profesor Hidrogen yang sangat egois dan Profesor Oksigen yang altruis. Mereka adalah satu entitas dengan dua manifestasi yang berbeda, menggambarkan dualitas keberadaan manusia dalam satu eksistensi.

Profesor Hidrogen: Sang egois yang tersembunyi

Profesor Hidrogen, dengan sifatnya yang paling ringan dan paling melimpah di alam semesta, menggambarkan dirinya sebagai pusat dari segala hal. Dalam mengajar, meneliti, dan berinteraksi, segala tindakannya tampaknya diorbitkan oleh keinginan untuk memperluas pengaruh, nama baik, dan juga kepentingan pribadi. Setiap bantuan yang diberikannya kepada mahasiswa, meskipun tampak mulia, pada hakikatnya adalah untuk memperkokoh posisinya dalam konstelasi akademis. Dia membesarkan namanya dengan mengambil keuntungan dari mahasiswa.

Profesor Oksigen: Sang altruist yang terpendam

Kemudian, ketika Profesor Hidrogen bertransformasi menjadi Profesor Oksigen, kita menyaksikan perubahan yang menakjubkan. Profesor Oksigen, dengan dua atom yang berbagi ikatan kuat, melambangkan kekuatan hubungan dan kepedulian yang tulus. Ia memberikan dukungan kepada mahasiswa tanpa mengharapkan imbalan atau pengakuan, mengorbankan waktu dan kesempatan pribadinya demi kemajuan mereka. Ini adalah tindakan altruisme yang murni, sebuah pengorbanan yang dilakukan demi kebaikan orang lain tanpa pamrih. Ini yang namanya keikhlasan.

Refleksi

Kehidupan Profesor Hidrogen dan Profesor Oksigen, dalam satu tubuh yang sama, adalah cerminan dari perdebatan abadi antara egoisme dan altruisme. Dalam kasus ini, mahasiswa dan kolega sering terperangah dan bingung oleh perubahan sikap yang tiba-tiba ini, namun seiring berjalannya waktu, mereka mulai memahami dan menghargai kedalaman dari kedua sisi tersebut.

Suatu ketika, sebuah situasi mendesak memaksa Profesor Hidrogen dan Profesor Oksigen untuk bersatu, menunjukkan bahwa dalam setiap tindakan egois terdapat benih-benih altruisme, dan dalam setiap pengorbanan altruistik, tersembunyi keuntungan egois yang tidak terlihat.

Epilog mengenai air kehidupan

Dari interaksi antara Profesor Hidrogen dan Profesor Oksigen, kita belajar bahwa kehidupan tidak selalu hitam dan putih. Seperti molekul air yang terbentuk, di mana Hidrogen dan Oksigen bersatu, menghasilkan sumber kehidupan, begitu pula manusia dapat menemukan keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kebaikan bersama.

Cerita ini, melalui lensa Profesor Hidrogen dan Profesor Oksigen, mengajak kita untuk merenungkan esensi dari tindakan kita. Apakah kita bertindak demi diri sendiri atau demi orang lain? Atau mungkin, dalam setiap tindakan, ada ruang di mana kedua motivasi itu bertemu, mengalir bersama membentuk sungai kehidupan yang memberi dan menerima, dalam harmoni yang sempurna. Ah, inilah fenomena dan realitas, mahluk homo sapiens!